Thursday, January 31, 2013

Mengurai Luasnya Akar Dunia



Begitu saya mendapatkan kabar harus bertugas di Sulawesi Selatan, saya langsung teringat orang tuaku pernah bercerita bahwa asal usul saya berasal dari ibu kota propinsi tersebut yaitu Makassar. Pernah diceritakan bahwa nenek saya berasal dari kota tersebut, terpisah pada saat orang tuaku masih kecil, karena sesuatu hal. Sejak saat itu komunikasi terputus karena sang kakek membawa orang tuaku ke pulau Jawa. Bagiku yang menarik bukan hanya karena didalam tubuhku mengalir darah Makassar. Akan tetapi yang menarik lainnya adalah bagaimana perjalananku menelusuri jejak sang nenek yang seumur hidup orangtuaku belum pernah bertemu. Menelusuri diantara ribuan manusia, puluhan tempat,  bak 'Mengurai Luasnya Akar Dunia'.
Berbekal dari informasi sang kakek dan orang tuaku, akhirnya setelah sekian lama episode pencarian saya menemui titik terang.

Ditemukannya alamat rumah sepupu jauh dari orang tuaku menjadi awal penelusuran dimana sang nenek berada. Setelah sampai dirumah tersebut ternyata rumah itu pun sudah dijual. Saya terus menggali informasi penjual yang sebelumnya, akhirnya didapatkan sebuah rumah, ternyata tempat tinggalnya adik kandung dari nenek. Sulit dipercaya akhirnya saya berhasil menemukan jejak leluhur yang saya cari. Setelah mendengar cerita panjang lebar kisah-kisah masa lalu, didapatkan informasi bahwa nenek sudah meninggal dunia puluhan tahun yang lalu pada saat orang tuaku masih kecil. Sekarang tantangan berikutnya adalah dimana sang nenek dikuburkan.. ?




Pencarian dimulai dari kelurahan tempat daerah nenek saya berasal dan ditambah informasi dari para orang tua yang masih ada, dari catatan-catatan dan keterangan yang didapat akhirnya pusara batu nisan nenek pun ditemukan. Kabar mengembirakan ini pun langsung disampikan kepada kedua orang tuaku dan kami sekeluarga pun langsung berziarah ke kuburan sang nenek.

Puji Syukur akhirnya kami dapat menemukan yang selama ini kami cari, walaupun dalam bentuk batu nisan. Berbahagialah bagi siapa saja yang mempunyai nasib baik dimana sejak lahir senantiasa berkumpul dengan keluarga. Jangan sia-siakan orang tua atau keluarga kita selama mereka masih hidup, mari kita mulai dengan Silaturrahim minimal dengan sms atau telpon. Semoga tulisan ini bermanfaat. (fmp).

Friday, January 25, 2013

Merah Hitam


Kemarin malam kantor/cabang kami mengadakan malam syukuran, sebagai presentasi apa yang telah kami capai di tahun 2012. Alhamdulillah dengan pencapaian yang  luar biasa dan telah melampaui dari harapan kami, Acara dikemas dengan baik, menggunakan kostum nuansa warna merah hitam, karyawan cukup antusias terlihat dari kostum yang sudah dipersiapkan terutama karyawati, good idea. Terima kasih bagi panitia dan siapa saja yang terlibat atas terselenggaranya acara tersebut.

 
Acara diisi dengan penayangan kaleidoskop 2012, walaupun belum menggambarkan secara utuh even atau kegiatan yg terjadi di tahun tersebut, tapi ada yang cukup menghibur acara malam itu yaitu penayangan testimoni karyawan melalui tayangan video, dengan berbagai macam cara penyampaian, semakin terhibur ditambah dengan penayangan dibuang sayang. Secara over all acara berjalan lancar sesuai schedule, walaupun dihiasi dengan jatuhnya tirai background panggung dan tidak bisanya pemain organ mengiringi lagu permintaan saya setelah usai acara penutup karena tidak mengetahui lagu tersebut.





Setiap bagian memberikan sumbangsih acara termasuk manajemen, walaupun persembahan acaranya hampir mirip, yaitu bernyanyi dan berjoged. Penuh dengan keakraban dan kebersamaan.

Acara semalam juga dilengkapi dengan pemberian reward buat karyawan terbaik tiap bagian. Selamat buat yang meraihnya. “Saya tidak menuntut untuk selalu menjadi yang terbaik tetapi saya menuntut untuk selalu berusaha melakukan yang terbaik bagi perusahaan”.




Selamat untuk pencapaian tahun 2012, saya yakin pencapaian ini tidak terlepas dari kinerja staff dan manajemen, dan dibalik itu semua ada keluarga yang hebat dibalik kesuksesan kita semua. Ada Istri, anak dan orang tua kita. Semoga tahun depan lebih baik dari tahun sebelumnya. Amin. (-fmp-)

Saturday, January 19, 2013

Demi Sekuntum Bunga 'Edelweiss'

“Apakah kamu mau ikut..?”, sahabatku bertanya. Sepontan saya balik bertanya, “kemana…?”. “Mengambil Bunga Edelweiss, dipuncak Gunung Ciremai", jawab sahabatku. Tanpa pikir panjang saya balas “Mau..”. Tahun 1992 dibulan September pendakian saya yang pertama, ada satu yang membuat saya bertekad untuk ikut yaitu “Bunga Edelweiss” , bunga yang akhirnya saya tahu makna yang terkandung didalamnya sebuah keabadian, ketulusan dan perjuangan.

Sabtu malam pukul 19:30 waktu setempat, kami Sholat Isya berjamaah disebuah desa kecil (desa Apuy) dikaki bukit, daerah terpencil, dingin, sepi, hanya beberapa lentera yang menggantung didepan rumah penduduk sebagai tanda adanya kehidupan disana. Desa tersebut sebagai pintu masuk pendakian menuju gunung Ciremai. Diawali dengan berdoa kami bersepuluh mulai melangkahkan kaki mengikuti jalan setapak dan pematang ladang milik penduduk desa, menuju gerbang hutan kaki gunung ciremai. Perkiraan sampai dipuncak gunung sekitar pukul 05:00 subuh. Ada 3 shelter tempat istirahat yang harus kami lewati.


Sumber Air dan Babi Hutan
Setelah 2 jam perjalanan kami baru sampai di shelter 1, kami istirahat sejenak sambil persiapan mengisi bekal air, kata pemandu kami, harus diisi penuh, karena kita tidak akan menemukan lagi sumber air sampai ke puncak dan kembali lagi ke shelter 1. Kebersihan di shelter 1 juga harus dijaga, karena akan mengundang babi hutan yang tentunya akan mengganggu istirahat kita. Ada salah satu team kami membuang bekas makanan dengan sembarangan, tiba-tiba 3 ekor babi hutan menghampiri dan mengendu endus kepala kami dari belakang. Pemandu kami langsung menginstruksikan untuk tidak banyak bergerak, lalu pemandu kami mengibas ngibaskan kayu pembakaran ke arah babi, sejenak ketiga babi pun pergi.

Misteri Dilarangnya Buang Air Kecil ke Tanah
Udara semakin dingin, setelah 2.5 jam perjalanan sampai ke shelter 2, malam dini hari, semilir bau belerang kadang-kadang sudah mulai terasa, ada pemandangan aneh kalau kita coba arahkan senter ke pepohonan, banyak kantong-kantong plastik berisi air menggantung diranting ranting pohon, dan ternyata itu adalah air kencing. Ada pantangan bagi para pendaki untuk kencing ke tanah, jadi para pendaki mengakalinya dengan kencing ke plastik lalu digantung diranting-ranting pohon. Bila pantangan itu dilanggar konon katanya pelakunya langsung jatuh pingsan. Tapi mungkin kalau dianalisa barangkali senyawa antara kandungan zat di tanah dengan air kencing yang menyebabkan timbulnya gas dan terhirup oleh pelakunya dan tidak lama pelakunya pun pingsan. Sekali lagi mungkin. Atau mungkin juga sebagai pesan leluhur bahwa air itu akan bermanfaat bagi para pendaki yang kehabisan air.

Setelah istirahat 15 menit, kami melanjutkan perjalanan menuju shelter terkahir. Hutan semakin lebat dan pohon-pohon semakin besar, kadang-kadang ditemukan pohon besar tumbang merintangi jalan, terpaksa harus merayap lewat bawah pohon, karena tidak mungkin untuk melewatinya dari atas, karena begitu besarnya pohon dan licin karena pohon itu berlumut serta basah. Bau belerang semakin menyengat dan nafas pun mulai sesak, semakin dingin dan gelap. Sesekali kami berteriak menyebutkan nomor urut kami dari depan sampai belakang untuk memeriksa kelengkapan team kami.

Saya harus kuat, saya harus memetik langsung bunga edelweis dari pohonnya. Tanpa terasa yang kami injak bukan lagi tanah melainkan batuan keras bekas lelehan lava yang mengering, tidak lagi berjalan tegak karena jalanan semakin miring.

Keindahan Alam Puncak Gunung
Alhamdulillah pukul 4:30 kami sampai dipuncak tapi masih gelap, kami sholat subuh berjamaah, setelah itu kami istirahat sejenak. Sambil menunggu terbitnya matahari. Langit mulai menguning, sinar mentari sedikit demi sedikit menyinari jagat raya, keindahan alam sekitar mulai memamerkan sapuan koas lukisan sang Pencipta. Subhanallah begitu indah, kami ada diatas awan..kami berdiri diatas awan karena kaki kami masih terbalut kabut. Ternyata kami tidak sendiri, tidak jauh dari kami, diseberang kawah bermunculan insan insan pencinta alam, kami saling menyapa lewat teriakan teriakan, sesekali kami bertakbir 'Allahu Akbar'. Kawahpun mulai terlihat, kepulan asap yang menandakan bahwa gunung tersebut masih aktif.

Bunga Edelweiss
Akhirnya saya bisa melihat langsung hamparan bunga edelweiss dipuncak gunung ciremai, bunga yang berarti putih, mulia dan suci. Bunga yang sebagai simbol keabadian, ketulusan dan perjuangan. Bermakna keabadian karena bunganya yang terus awet dan berada dipuncak gunung, Lambang ketulusan, karena Edelweis dapat tumbuh di daerah yang khusus dan ekstrem dengan kondisi apa adanya. Sebagai lambang perjuangan, karena bunga ini tumbuh ditempat yang tandus, dingin dan untuk mendapatkannya harus bersusah payah mendaki gunung. Hanya sayang masih ada saja yang memperlakukan bunga tersebut dengan tidak bijaksana, ditebang, dipetik dan dibuang begitu saja.



Terbayar sudah lelahnya perjalanan kami mendaki gunung tertinggi di Jawa Barat tersebut, kami sudah mendapatkan segenggam bunga edelweiss kami simpan sebagai kenang-kenangan untuk sesekali mengenang kembali sebuah perjalanan.

Friday, January 18, 2013

Jimpitan

Saat ini saya akan berbagi tips, bukan hasil kreasi atau ciptaan saya, melainkan menyampaikan apa yang pernah saya baca dan pernah saya coba, yaitu 'Jimpitan'. Apa itu..? Jimpitan merupakan metode tradisional dimana maknanya adalah menyisihkan sebagain apa yang kita keluarkan.

Awal mula dari sebuah kebiasaan orang tua dulu dimana setiap kali akan menanak nasi, selalu menyisihkan atau mengambil segenggam beras untuk disimpan sebagai tabungan yang suatu saat nanti akan berguna pada saat musim paceklik. Apa yang dilakukan tersebut disebut Jimpitan.

Lalu apa hubungannya, antara apa yang diterangkan diatas dengan kehidupan kita sehari hari. Tidak sedikit keluarga dihadapkan pada masalah pengelolaan uang sehari hari, dampaknya uang yang harusnya cukup untuk belanja satu bulan ternyata tidak. Untuk menjalankan metode ini diperlukan keinginan yang besar, konsistensi dan kedisiplinan yang baik.

Saya pernah mecoba dan berhasil mengatasi masa-masa sulit pada saat itu. Diawali dari sebuah pertanyaan pada patner kita (suami/istri) berapa kira-kira keperluan kita untuk belanja yang bersifat harian (bukan mingguan atau bulanan) ? atau berapa kira-kira keperluan kita untuk ongkos bekerja (pergi ke kantor) setiap hari ?

Kita tetapkan bahwa pengeluaran perhari uang belanja adalah 50 ribu (misalnya), kalau 30 hari maka keperluan belanja kita sebanyak 1.5 juta per bulan. Lalu masukan uang kedalam amplop sebanyak 30 amplop dengan masing masing diisi uang 50 ribu. (1 amplop untuk 1 hari). Pada saat realisasi harian kadang-kadang terdapat kelebihan atau sisa dari belanja tersebut, simpan uang sisa tersebut pada sebuah tempat, begitu setiap harinya. Misalnya, suatu hari istri kita tidak belanja terlalu banyak, sehingga uang sisa dari 50 ribu sebanyak 19 ribu. Maka simpankan sisa uang 19 ribu tersebut pada suatu tempat. Lama-lama uang itu akan bertumpuk dan tanpa sadar kita mempunyai tabungan. Akhirnya tabungan tersebut dapat kita gunakan pada saat kita terpaksa untuk menggunakannya.

Selamat mencoba 'Jimpitan', perlu komitmen untuk menjalankannya, yang jelas besar atau kecil penghasilan ujung-ujungnya habis juga, jika pengeluaran kita tidak terencana dengan baik. (Fmp)

Thursday, January 17, 2013

Fase Kehidupan



Setiap sebuah siklus atau proses tidak terlepas dari yang namanya sebuah fase (tahapan/tingkatan/level). Fase menurut sudut pandang setiap pelaku sudah tentu akan berbeda beda, baik dari jumlah fase dan historis yang melatar belakangi sebuah fase tersebut. Dalam hidup setiap manuasia pasti mempunyai cita-cita dan tujuan, walaupun terkadang cita cita dan tujuan tersebut berubah ditengah jalan karena dengan alasan sesuatu hal. Proses pencapaian tersebut tak terlepas dari beberapa fase yang tanpa sadar telah kita lewati melalui pasang surutnya kehidupan baik dalam kondisi suka atau tidak suka.

Suatu waktu kita baru mulai tersadar setelah kita berhasil menyelesaikan atau melewati sebuah perjalanan dengan permasalahan atau tantangan yang begitu berat. Sejenak kita merenung dan terhujam dihati kita dengan tarikan nafas yang begitu dalam “Alhamdulillah saya telah berhasil melewatinya”. Berhasil dengan hasil positif yang kita raih. Kadang kita juga sudah disadarkan pada saat pertama kali kita dihadapkan pada sebuah perjalanan dengan tantangan atau permasalahan yang baru saja datang “Ini ujian yang harus saya hadapi dan harus saya lewati”.

Saya akan mencoba mereview kembali berapa fase yang telah saya lewati dan fase fase apa saja yang telah menghiasi perjalanan hampir 37 tahun saya hidup didunia ini, saya persempit dengan sebuah fase yang begitu penting, sekitar sepertiga kehidupan saya yaitu 12 tahun berdirinya keluarga kecil yang begitu berarti.
Fase Pertama.  Tepat hari Minggu, 15 April 2001, disebuah surau kecil, ditengah-tengah perkebunan karet, dikelilingi keluarga, didampingi calon istri tercinta dan disaksikan oleh para malaikat, saya berucap janji, berijab qobul untuk senantiasa saling setia, saling menyayangi dan menerima pasangan hidup dengan segala kelebihan dan kekurangan. Bercita-cita menjadi keluarga yang Sakinah, Mawadah, Warohmah. Kehidupan baru dimulai dengan didampingi istri tercinta. Tidak ada lagi kehidupan sendiri dan tingkah laku sesuka hati. Tidak ada lagi mementingkan sendiri. Fase dimana harus mampu menghilangkan itu semua, mengemban sebuah tanggung jawab dengan menafkahi lahir dan bathin. Kami telah berhasil melewati fase tersebut. Puji Syukur terucap yang dulunya pacar sekarang menjadi istri yang sah.

Fase Kedua. Pada hari Sabtu, tanggal 11 Mei 2002, saya telah menjadi Bapak. Alhamdulillah saya dikaruniai bayi perempuan cantik dan sempurna, melalui proses operasi caesar. ‘Hasna Amada Ramania’ nama yang artinya cantik, tersayang dan menyenangkan. 6 Tahun kemudian keluarga kecil kami dilengkapi dengan lahirnya putri kedua pada tanggal 1 Mei 2008 dengan proses operasi  yang sama. ‘Halwa Amora Ramania’ nama yang artinya manis, tercinta dan menyenangkan. Sebuah fase  dimana tanggung jawab semakin besar dan tantangan semakin bertambah dari fase sebelumnya. Ekonomi, keluarga, berbagi tugas, pendidikan anak dan saling pengertian menghiasi perjalanan fase tersebut. Alhamdulillah karunia Allah, dengan didampingi istri yang begitu baik, ditambah kedua putri yang cantik kami berhasil melewati fase ini. Kami tetap bersama.

Fase Ketiga. Disuatu pagi di hari kamis, pada tanggal 7 Juli 2010. Telpon genggamku berdering. Wow..kepala divisi telp, ada apa gerangan ? setelah ‘say hello’, singkat saja beliau berkata “Bapak Direksi mau bicara dengan anda”.woww…yang kedua ternyata saya diberikan tugas dan ditempatkan diluar daerah di kantor cabang, di kota kecil, di pulau Sulawesi yang pada saat itu saya sendiri tidak tahu dimana dan sebelah mana…’Kota Parepare’. Sebenarnya tidak asing bagi saya mendengar kota tersebut, Tanggung jawab dan amanah yang diberikan perusahaan yang memantapkan saya harus berangkat ke kota tersebut. Bagaimana dengan keluarga, istri dan anak-anak ? pertanyaan pertama yang mendominasi awal fase ini. Apakah mereka bisa kuat ?, apakah saya mampu mengemban amanah dan tugas perusahaan ?. dan lain-lain …dan lain-lain. Alhamdulillah sampai saat ini walaupun fase belum selesai tapi kami tetap berkumpul bersama, istri dan putri-putriku. Makasih ma..makasih teteh mada…makasih de mora. yang masih setia memberikan energi yang tak terkira buatku. 

Fase-fase atau tahapan tahapan dalam menjalani kehidupan berkeluarga selalu menghasilkan sebuah pembelajaran dan pendewasaan bahwa kita akan naik ke level berikutnya, tentunya ke level yang lebih tinggi . Untuk menjadi manusia yang senantiasa tetap bersyukur dan menjadi panutan anak-anak kita. Semoga kita tetap berkum bersama dengan orang orang yang kita cintai dan mencintai kita. Amin (fmp).